BAB I
PENDAHULUAN
Kata merupakan satu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional. Maksudnya, kata memiliki komposisi tertentu, baik secara fonologis maupun morfologis, dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas, yaitu dapat digunakan sesuai dengan kepentingan. Kata-kata itu dapat ditata dalam suatu konstruksi yang lebih besar sesuai dengan kaidah-kaidah sintaksis suatu bahasa.
Konstruksi yang demikian akan terlihat dalam proses komunikasi, akan tetapi yang sangat penting dari penataan kata-kata itu ialah pengertian (sense) yang tersirat dari penggunaan kata tersebut. Dengan demikian, setiap orang yang terlibat dalam komunikasi akan dapat saling memahami dan aktivitas komunikasi akan berjalan dengan baik dan lancar.
Pernyataan diatas mengisyaratkan bahwa tiap kata mngungkapkan suatu gagasan atau ide. artinya, kata merupakan media penyalur gagasan, hal ini sejalan dengan uraian keraf yang menyatakan bahwa semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banya ide atau gagasan yang dikuasai dan yang sanggup diungkapkannya.[1] Maka yang menjadi pokok permasalahan pada makalah ini dapat dirumuskan :
1. Apa yang dimaksud dengan diksi dan kalimat efektif?
2. Apa peranan diksi dalam Penulisan Karya Ilmiah?
3. Bagaimanakah penggunaan bahasa efektif dalam karya ilmiah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diksi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan.[2]
Menurut Wikipidea, Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti "diksi" yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.[3]
Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dari itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda.
Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efek agar sesuai.
Didalam karangan ilmiah, kata yang digunakan harus berbentuk formal dan digunakan secara konsisten (taat asas). Oleh karena itu, pilihan kata dalam penulisan karangan ilmiah harus baik dan benar, sehingga makna yang diacunya tepat dan jelas.[4]
Diksi merupakan pemilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam bahasa lisan dan tulisan. Untuk mendapatkan efek tertentu itu, seseorang yang akan berbicara atau menulis harus memilih kata yang dapat mewakili gagasannya dengan tepat. Disamping itu, ia juga memerlukan kemampuan untuk membedakan nuansa-nuansa makna dari gagasan yang disampaikan dan menemukan kata yang sesuai dengan konteks pemakaiannya.
Contoh :
1. Kata pahit bersinonim dengan kata getir. Ketika ingin menggunakan kedua kata tersebut kita harus memperhitungkan konteksnya kata pahit dan getir berterima pada konstruksi pengalaman yang pahit dan pengalaman yang getir, tetapi tidak berterima pada konstruksi obat itu getir.
2. Kata meneliti, menyelidiki, dan mendiagnosis secara praktis mengacu kepada aktifitas yang hampir sama, akan tetapi ketiga kata tersebut tidak bisa saling menggantikan. Maksunya, masing-masing kata memiliki penggunaan yang berbeda sesuai dengan nuansa makna yang dikandungnya. Kata meneliti digunakan untuk menyebut aktifitas yang terencana, sistematis, dan menggunakan metode ilmiah. Hasil dari aktivitas ini dikomunikasikan dalam bentuk tertulis yang disebut dengan laporan penelitian.
Kata menyelidiki digunakan untuk menyebut aktifitas yang mengacu kepada upaya-upaya mencari bukti-bukti yang mendukung pernyataan seseorang. Aktivitas ini dilakukan oleh orang-orang yang berwenang menangani kasus hokum, seperti polisi. Produk dari aktivitas ini dikenal dengan hasil penyelidikan.
Kata mendiagnosis terkait dengan aktivitas para medis-dokter-yang dilakukan atas dasar keluhan fasiennya. Aktivitas itu dilakukan dalam rangka menyimpulkan jenis penyakit yang diderita fasien melalui gejala-gejala yang dirasakan fasiennya atau indikator-indikator lain yang terlihat dari fisik fasien. Hasil dari aktivitas ini dikenal dengan diagnosis.[5]
2.2 Peran Diksi dalam Karangan Ilmiah
Karangan ilmiah merupakan kounikasi antara penulis dan pembaca. Agar komunikasi itu efektif dan efisien, maka seorang penulis perlu berhat-hati dalam memilih kata, sehingga pembaca mampu mencerna kata atau rangkaian kata yang digunakan penulis untuk mengungkapkan gagasannya.
Dalam memilih kata ini, seorang penulis harus memperhatikan hal-hal yang menjadi syarat dari diksi, syarat-syarat itu ialah :
a. Ketepatan
Ketepatan dimaksudkan sebagai pemilihan kata yang dapat mewakili gagasan penulis dengan benar, sehingga tidak terjadi perbedaan tafsir antara penulis dengan pembaca.
b. Kesesuaian
Kesesuain diartikan sebagai pilihan kata yang cocok denagn konteks, seperti situasi pemakaian, sasaran penulis, dan lain-lain.
Contoh :
Kata Kamu, Anda,dan Saudara, merupakan kata-kata yang bersinonim, yaitu kata yang digunakan untuk menyebut lawan bicara, tetapi bukanlah sinonim mutlak. Nilai-nilai social menjadikan ketiga kata itu memiliki nuansa yang berbeda.
Seperti :
Saya sama besar dengan kamu
Saya sama besar dengan anda
Saya sama besar dengan saudara
2.3 Pengertian Kalimat Efektif
Menurut Razak, kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mengekspresikan kejiwaan manusia lainnya, dengan demikian, hanya kalimat yang berdaya gunalah yang diklasifikasikan kepada kalimat efektif.[6]
Sedangkan menurut Zulfahmi, Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mengantarkan isi dan tujuan komunikasi dengan baik.[7] Untuk mengungkapkan atau mengkomunikasikan gagasan pengarang maka diperlukan kalimat yang baik.
Pernyataan diatas mengisyaratkan bahwa kalimat merupakan media yang menampung gagasan pengarang. Dalam formulasi lain, kalimat dapat disefenisikan sebagai wujud dari perasaan, sikap, dan pikiran si pengarang yang akan dikomunikasikan dalam bentuk bahasa tulis.
Sehubungan dengan itu, Keraf menegaskan bahwa seorang pengarang perlu menguasai beberapa aspek bahasa, antara lain :
a. Kosa kata yang digunakan
b. Kaidah-kaidak sintaksis bahasa itu secara aktif
c. Gaya penyampaian
d. Penalaran.[8]
Penguasaan terhadap keempat aspek tersebutlah yang memungkinkan seorang pengarang mampu menuangkan ide kedalam bentuk kalimat yang dapat mewakili gagasannya dengan tepat dan mampu menarik perhatian pembaca. Kalimat yang seperti itulah yang dapat diklasifikasikan kepada kalimat yang efektif.
2.4 Syarat Kalimat yang Efektif
Kalimat efektif memiliki kemampuan untuk melahirkan dan memicu kembali gagasan-gagasan pembaca yang identik dengan gagasan pengarang. Disamping itu, kalimat efektif juga memiliki kemampuan untuk menghilangkan kemonotonan sebuah tulisan atau karangan.
Untuk kepentingan tersebut, pengarang harus mampu memodifikasi kalimat yang digunakannya. Dalam hal ini, Keraf mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu; Kesatuan gagasan, koherensi antar unsur pembentuk kalimat, penekanan, variasi kalimat, peralelisme, dan penalaran.[9]
a. Kesatuan Gagasan
Kesatuan gagasan dibentuk melalui unsur-unsur yang membangun kalimat dengan memperhatikan ide pokok kalimat tersebut, sehingga kalimat tersebut hanya mengandung satu ide pokok. Dengan kata lain, kesatuan gagasan sebuah kalimat ditandai dengan keberadaan satu ide pokok dalam sebuah kalimat.
Kesatuan gagasan dalam kalimat itu dapat dibentuk dengan berbagai cara, meskipun kalimat, secara praktis dibangun oleh unsur-unsur fungsional yang disebut sebagai subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (K).[10]
Kesatuan gagasan dalam kalimat dapat berbentuk kesatuan tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan kesatuan yang mengandung pertentangan.
Kesatuan tunggal terdapat pada kalimat tunggal, yaitu kalimat yang terdiri dari satu pola kalimat saja, yaitu : SP, SPO, SPPel, SPK, SPPelK, atau SPOK.
Kesatuan gabungan, kesatuan yang mengandung pertentangan, dan kesatuan pilihan terdapat pada kalimat majemuk, yaitu : kalimat yang terdiri dari dua pola atau lebih, seperti : SP-SP, SPO-SPPel, SP-SPOK, dsb. Untuk lebih mengetahui perbedaan antara kesatuan-kesatuan itu, amati contoh-contoh berikut :
1) Sebagai homo loquens, manusia memiliki kemampuan berbahasa. (kesatuan tunggal).
2) Suatu hal yang tidak dapat dibantah oleh para ilmuan ialah ilmu sarat dengan nilai-nilai. (kesatuan tunggal).
3) Ketika ujian semester berlansung, semua mahasiswa terpaku pada kertas jawabannya, sedangkan pengawas hilir mudik memperhatikan mahasiswa. (kesatuan yang mengandung pertentangan)
4) Hary menerima bingkisan dari ibunya kemaren, dan telah membukanya beberapa jam yang lalu. (kesatuan gabungan)
5) Kamu pergi ke kampus atau ikut denganku ke tempat Andre. (kesatuan pilihan).
b. Koherensi
Koherensi ialah adanya hubungan yang jelas antara unsur yang satu dengan yang lain dalam membangun ide pokok kalimat. Kepaduan itu menunjukkan hubungan yang erat antara unsure-unsur pembentuk kalimat, yaitu antara subyek-prediket, prediket-obyek, dan keterangan unsure pokok.
Koherensi antar unsur pembentuk kalimat sangat terkait dengan kesatuan gagasan yang terkandung dalam kalimat tersebut. Jika antar unsur pembentuk kalimat tidak mamiliki koherensi secara jelas, maka kalimat tersebut. akan sanggup mewakili gagasan penulis.[11]
Sehubungan dengan itu, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan seseorang sebelum menuangkan gagasannya kedalam sebuah kalimat yang efektif, yaitu :
1) Pola kalimat
2) Penggunan kata depan dan kata penghubung
3) Penempatan keterangan : oposisi dan aspek
4) Penggunaan kata yang tidak berlebih-lebihan
c. Penekanan Bahagian Kalimat
Penekanan mengacu kepada upaya yang dilakukan untuk menonjolkan unsur yang dipentingkan dalam sebuah kalimat. Penekanan itu dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain dengan mengubah posisi kalimat (unsure yang dipentingkan), menggunakan repetisi (pengulangan bentuk yang sama), menggunakan pertentangan, dan menggunakan pertikel penegas.
Contoh :
1. Bagi alam pikiran Minangkabau, yang dimaksud dengan harta ialah benda-benda yang tidak bergerak, seperti : tanah, sawah, ladang, dan rumah.
2. Yang dimaksud dengan harta-bagi alam pikiran Minangkabau-ialah benda-benda tidak bergerak, seperti : tanah, sawah, lading, dan rumah. (mengubah posisi kalimat)
d. Variasi Kalimat
Variasi ditujukan agar kalimat yang digunakan dapat menarik perhatian pembaca, sehingga sifat monotoni kalimat dapat diminimalkan. Variasi kalimat dapat dilakukan dengan menggunakan kata yang bersinonim atau penjelasan yang berbentuk frase, keragaman bentuk kalimat (panjang pendeknya kalimat), penggunaan bentuk kata (me- dan di-), dan dengan mengubah posisi kalimat.
Dengan demikian, sebuah gagasan sebenarnya dapat dituangkan dengan aneka ragam kalimat.
Contoh :
a. Menulis adalah aktivitas yang mengasyikkan
(menulis menjadi penekanan, penulis = subjek)
b. Menulis, baik dalam koridor normatif maupun kreatif, merupakan aktivitas yang mngasyikkan.
(menulis dijelaskan dengan frase)
c. Meskipun banyak aktivitas lain yang menarik, menulis tetap merupakan aktivitas yang mengasyikkan.
(ditulis dalam bentuk kalimat majemuk)
d. Aktivitas yang mengasyikkan adalah menulis
(mengubah possisi kalimat)
e. Paralelisme
Paralelisme adalah penempatan gagasan-gagasan yang memiliki fungsi dan esensi yang sama dalam suatu struktur/konstruksi gramatikal yang sama. maksudnya, gagasan-gagasan yang memiliki fungsi dan nilai yang sama ditulis sejajar secara gramatikal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan.
Dalam memilih kata, seorang penulis harus memperhatikan hal-hal yang menjadi syarat dari Diksi, yaitu :
a. Ketepatan dalam pemilihan kata yang dapat mewakili gagasan penulis dengan benar, sehingga tidak terjadi perbedaan tafsir antara penulis dengan pembaca.
b. Kesesuaian pemilihan kata yang cocok dengan konteks, seperti situasi pemakaian, sasaran penulis, dan lain-lain.
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu mengantarkan isi dan tujuan komunikasi dengan baik.
Beberapa syarat Kalimat yang Efektif adalah :
1. Kesatuan Gagasan
2. Koherensi
3. Penekanan Bahagian Kalimat
4. Variasi Kalimat
5. Paralelisme
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka).
Djajasudarma, T. Fatimah, 1999, Penalaran Deduktif-Induktif dalam Wacana Bahasa Indonesia, (Bandung : Alqaprint Jatinangor)
http://id.wikipedia.org/wiki/Diksi
Keraf, Gorys, 1994, Diksi dan Gaya Bahasa, ( Jakarta : Gramedia)
Ramlan, M, dkk., 1994, Bahasa Indonesia yang salah dan yang benar, (Yogyakarta : Andi Offset)
Razak, Abdul, 1985, Kalimat Efektif : Struktur, Gaya dan Variasi, (Jakarta : Gramedia)
Triana, Hetti Waluati, 2003, Bahasa Indonesia dalam Komunikasi Ilmiah, (Padang : IAIN IB Press)
Zulfahmi, 1999, Alikasi Bahasa Indonesia, (Padang : IAIN IB Press)
[1] Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, ( Jakarta : Gramedia, 1994), h. 21.
[2] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka, 1994).
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Diksi
[4] T. Fatimah Djajasudarma, Penalaran Deduktif-Induktif dalam Wacana Bahasa Indonesia, (Bandung : Alqaprint Jatinangor, 1999), h. 77
[5] Hetti Waluati Triana, Bahasa Indonesia dalam Komunikasi Ilmiah, (Padang : IAIN IB Press, 2003), h. 41
[6] Abdul Razak, Kalimat Efektif : Struktur, Gaya dan Variasi, (Jakarta : Gramedia, 1985), h. 3
[7] Zulfahmi, Alikasi Bahasa Indonesia, (Padang : IAIN IB Press, 1999), h. 61
[8] Gorys Keraf, Komposisi, op. cit., h. 35
[9] Gorys Keraf, Ibid, h. 36
[10] M. Ramlan, dkk., Bahasa Indonesia yang salah dan yang benar, (Yogyakarta : Andi Offset, 1994), h. 6
[11] Hetti Waluati Triana, op. cit., h. 50